PEMBASUHAN KAKI
Oleh: Kat. Ingatan Sihura, S.Ag.
Pendahuluan.
Salah satu peristiwa yang khas pada perayaan hari Raya Kamis Putih adalah pembasuhan kaki. Pembasuhan kaki ini dilakukan oleh pemimpin perayaan; baik Imam saat Perayaan Ekaristi atau Lektor/Pemimpin saat Perayaan Ibadat. Peristiwa yang hanya disaksikan satu kali dalam setahun ini kadang kala membuat orang bertanya; apa makna dari pembasuhan kaki itu sendiri? Oleh karena, itu sudah semestinya mendalami makna atau simbol dari pembasuhan kaki itu sendiri.
Darimana peristiwa Pembasuhan Kaki bermula?
Peristiwa Pembasuhan Kaki bermula dari peristiwa Yesus yang ketika merayakan Paskah bersama Murid-Muridnya. Peristiwa ini dicatat secara khusus oleh Injil Yohanes.
Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya. Mereka sedang makan bersama, dan Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia. Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah. Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu. Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak." Kata Petrus kepada-Nya: "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya." Jawab Yesus: "Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku." Kata Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!" Kata Yesus kepadanya: "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua." Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata: "Tidak semua kamu bersih." Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya seorang hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya, ataupun seorang utusan dari pada dia yang mengutusnya. Jikalau kamu tahu semua ini, maka berbahagialah kamu, jika kamu melakukannya. Bukan tentang kamu semua Aku berkata. Aku tahu, siapa yang telah Kupilih. Tetapi haruslah genap nas ini: Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku. Aku mengatakannya kepadamu sekarang juga sebelum hal itu terjadi, supaya jika hal itu terjadi, kamu percaya, bahwa Akulah Dia. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku." (Yohanes 13:1-20)
Peristiwa yang dicatatkan oleh Penginjil Yohanes inilah kemudian menjadi awal dari tradisi Pembasuhan Kaki dalam Gereja. Tradisi suci ini kemudian menjadi tradisi yang dilakukan turun-temurun dalam Gereja. Tradisi ini baik dilanjutkan karena mengandung makna semangat pelayan yang Oleh Yesus sendiri memberi perintah langsung kepada para Rasul dan para penggantinya untuk tetap melanjutkan semangat dan teladan pelayanan ini. Jadi peristiwa Pembasuhan Kaki bermula dari kisah Injil Yohanes.
Mengapa harus kaki yang dibasuh?
Mengapa harus kaki yang dibasuh? Pertanyaan ini sering kali dipertanyakan oleh banyak orang. Pertanyaan semacam ini pun dipertanyakan oleh Petrus sendiri yang tampak dalam perdebatannya yang yang berujung kepada permohonan Petrus: "Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!" Akan tetapi pertanyaan mengapa harus kaki yang dibasuh, dijawab langsung oleh Yesus: "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua." Pernyataan Yesus ini jika diperhatikan secara harafiah pun sudah sangat jelas karena badan yang bersih setelah mandi tentu tidak secepat mungkin kotor. Akan tetapi, kaki yang langsung bersentuhan dengan tanah, sudah pasti akan cepat kotor.
Walaupun demikian, pertanyaan semacam ini masih menumbuhkan pertanyaan yang tersembunyi. Jika dicermati dengan baik, mengapa Petrus pada awalnya menolak untuk dibasuh: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?" […] "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya." Penolakan Petrus ini megisyaratkan bahwa Petrus tahu Yesus tidak akan diijinkannya untuk melakukan hal “konyol atau tidak masuk akal” ini. Petrus tahu bahwa seorang hamba yang mencuci kaki harus duduk lebih rendah dari orang yang hendak dicuci kakinya. Justru oleh sebab inilah, Yesus mengambil sikap seorang hamba yang hina untuk semakin memberikan penekanan pelayan yang rendah hati.
Apa makna dari Pembasuhan Kaki?
Dari peristiwa yang diceritakan Injil Yohanes diatas, bisa diketahui bahwa Yesus sebagai pemimpin atau sebagai Guru memberikan teladan kepada para murid-Nya untuk membasuh kaki. Diketahui bahwa pembasuhan kaki dalam tradisi Yahudi adalah pekerjaan seorang hamba yang hina. Pelayanan seorang hamba merupakan pekerjaan yang harus dikerjakan dengan baik dan benar. Yesus mengambil tempat sebagai seorang hamba bukan berarti bahwa harus menjadi hamba yang harus menjadi budak. Akan tetapi, Yesus mengambil tempat di sini untuk mau menyatakan sikap kerendahan hati seorang pemimpin kepada bawahannya dan kerendahan hati setiap orang kepada orang yang berada di sekitarnya. Hanya dengan mengambil sikap seorang hamba-lah, pelayanan dan kerendahan hati ini terungkap dengan jelas. Jadi, peristiwa Pembasuhan Kaki menyimpan makna kerendahan hati dan pelayanan penuh.
Selain makna ini, Yesus juga ketika menjawab pertanyaan Petrus mengisyaratkan makna lain dari peristiwa pembasuhan kaki; "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua." Perkataan “hanya tidak semua” ini mengisyaratkan bahwa ada seorang dari keduabelas rasulnya itu yang mengkhianati Dia. Pembasuhan yang dimaksudkan disini lebih dari sikap pelayanan itu sendiri. Pembasuhan yang dilakukan Yesus dalam kerangka teologis dilihat sebagai lambang dimana “seseorang yang dibasuh kakinya mendapat karunia karya penebusan-Nya”.
Apakah Perempuan bisa menggantikan seorang laki-laki untuk dibasuh kakinya?
Pembasuhan kaki yang diteruskan secara turun temurun oleh Gereja menjadi bagian dari Tradisi Suci Gereja untuk melakukannya. Sebagai sebuah tradisi, Gereja juga senantiasa mempertahankan tradisi tersebut dimana laki-laki menjadi prioritasnya. Hal ini tampak dalam Dokumen Gereja yang mengatur hal ini, yakni dalam dokumen Perayaan Paskah dan Persiapannya yang dikeluarkan oleh Congregatio Pro Cultu Divino atau Kongregasi Ibadat Ilahi
“Pada hari ini sesuai dengan tradisi diadakan pencucian kaki pada pria-pria yang terpilih; maksudnya ialah untuk menunjukkan semangat pelayanan dan kasih Kristus yang datang, “tidak untuk dilayani, melainkan untuk melayani”. Kebiasaan ini hendaknya dipertahankan dan maksudnya diterangkan kepada kaum beriman.” (PPP no. 51).
Dari dokumen di atas menjadi tampak jelas bahwa, orang yang bisa menerima pembasuhan kaki hanyalah laki-laki (yang terpilih (Dewasa)). Walaupun demikian, pernah juga dilakukan oleh Paus Fransiskus (yang saat ini menjabat) membasuh kaki perempuan dan bahkan ada yang non-Katolik. Terkait hal ini, Paus memiliki misi tersendiri dalam melaksanakan kegiatan ini. Sikap Paus di sini tidak untuk dijadikan sebagai acuan perubahan dalam Gereja.
Simpul Kecil.
Pembasuhan Kaki pada Perayaan Kamis Putih merupakan salah satu tradiri yang baik yang dilakukan turun temurun oleh Gereja. Sebagai bagian dari tradisi, Gereja juga turut mempertahankan kebiasaan yang dilakukan turun termurun yakni orang yang menerima pembasuhan kaki ini hanyalah seorang laki-laki yang menerimanya. Pembasuhan kaki dimaksudkan sebagai satu simbol yang bermakna kerendahan hati dan pelayan. Lewat peristiwa inilah, Gereja diajak oleh Kristus untuk mewujudnyatakan karya pelayanan Gereja secara nyata, penuh cinta dan kerendahan hati.
Sumber Bacaan:
A. S. Hadiwiyata, Tafsir Injil Yohanes Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Bosco da Cunha, O.Carm, Memahami Perayaan Liturgi Sepanjang Satu Tahun Jakarta: Obor, 2011.
Komisi Liturgi KWI, Pedoman Umum Misale Romawi Ende: Nusa Indah, 2013.
Martin Harun, OFM, Yohanes Injil Cinta Kasih Yogyakarta: Kanisius, 2015.
P. Hadrian Hess, OFMCap., Peringatan Pembaptisan Dalam Perayaan Paskah Suatu Pokok Iman Kristiani Yang Kurang Dihayati Gunungsitoli: [Tanpa Penerbit], 2020.
Perayaan Paskah dan Persiapannya (Seri Dokumen Gerejawi No. 71), Jakarta, Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia, 2005.
St. Eko Riyadi, Pr, Yohanes “Fiman Menjadi Manusia” Yogyakarta: Kanisius, 2011.
Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS, Tentang Pencucian Kaki Pada Kamis Putih, https://www.katolisitas.org/tentang-pencucian-kaki-pada-kamis-putih/ diakses pada hari Jumat, 02 April 2021.
Sekian dan Terima kasih.
- Semoga Bermanfaat -
0 comments:
Posting Komentar