Just another free Blogger theme

Website ini memuat Tulisan, Refleksi, Katekese, dan Renungan dari Katekis Ingatan Sihura. Website ini kemudian merupakan bagian dari memaksimalkan media yang ada menjadi sarana pewartaan. Semoga bermanfaat. Ya'ahowu!

17/12/2025

Orang tua zaman dahulu punya kebiasaan unik: menegur tanpa memarahi, menasihati tanpa ceramah, dan menyindir tanpa harus mengangkat alis. Salah satu senjata andalan mereka adalah amaedola; ungkapan bijak yang pendek, padat, dan kalau direnungkan lama-lama, bisa bikin kita menggaruk kepala sendiri.

Pohon Boli [Dok. Pribadi]
Salah satu amaedola itu berbunyi: “hulö atoru mbua mboli”, jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kurang lebih mengatakan “bagaikan buah kayu boli yang jatuh”. Kedengarannya sederhana, bahkan agak polos. Tapi seperti kopi tanpa gula, pahitnya baru terasa setelah diteguk perlahan.

Agar tidak salah tangkap, amaedola ini sebenarnya punya versi lengkap:
Hulö atoru mbua mboli, i’anöröi danö wezawili” atau “bagaikan buah kayu boli yang jatuh, ia berserak ke berbagai penjuru”. Versi pendeknya sering dipakai, mungkin karena orang tua dulu percaya: yang terlalu panjang kadang justru mengurangi daya pukul makna.

Sekarang mari kita lihat dulu dengan objek utama yang digunakan dalam amaedola ini, yakni kayu boli. Namanya sengaja dipertahankan dalam bahasa Nias, sebab sampai hari ini penulis belum juga ditemukan padanan bahasa Indonesia yang benar-benar “mengena”. Dan memang, ada hal-hal yang kalau diterjemahkan, rasanya malah kehilangan rohnya.

Kayu boli ini unik. Ia tumbuh tegak, seolah gagah dan percaya diri, padahal batangnya rapuh dan berongga. Sekali patah dan menyentuh tanah, apalagi saat hujan rajin turun, ia cepat lapuk. Tapi jangan remehkan: kayu ini juga terkenal bandel dalam hal hidup. Dipakai sebagai tiang jemuran, ditancapkan ke tanah, eh malah tumbuh tunas baru. Ini ibarat mati segan, hidup pun tetap jalan.

Tampilan Buah Pohon Boli [Dok. Pribadi]
Dalam kepercayaan masyarakat Nias, kayu boli bahkan dipercaya kebal petir. Maka ia sering dipasang sebagai kayu tertinggi di bumbungan rumah. Hal ini semacam penantang petir versi tradisional. Apakah ini sudah diuji laboratorium? Belum. Tapi dalam budaya, tidak semua yang dipercaya harus menunggu jurnal internasional. Daunnya pun dipercaya bisa menurunkan demam anak; direbus, lalu airnya dipakai mandi. Ilmu dapur dan pengalaman turun-temurun sering kali lebih cepat bekerja daripada obat apotik.

Namun pusat perhatian amaedola ini bukan pada batang atau daunnya, melainkan pada buahnya. Buah kayu boli saat masih hijau tampak biasa saja: panjang, ramping, dan tidak mencurigakan. Tapi ketika kering, barulah ia menunjukkan sifat aslinya. Buah itu terbuka, dan keluarlah biji-biji tipis, pipih, dikelilingi semacam “sayap” kertas. Ringan sekali. Kena angin sepoi saja, langsung melayang, ke kanan, ke kiri, entah ke mana. Hampir mustahil ia jatuh tenang di pangkal pohonnya sendiri, seperti buah-buah yang tahu asal-usul.

Di sinilah pesan amaedola itu duduk manis sambil menyilangkan kaki.

Pohon yang rapuh melahirkan buah yang tak kalah rapuh. Hal ini mau menyiratkan akan karya apa pun bentuknya, yang lahir dari tekad setengah matang dan prinsip yang samar-samar, hasilnya pun tipis dan mudah terombang-ambing. Sedikit angin kritik, langsung beterbangan. Sedikit godaan, arah pun berubah. Tidak jelas mau ke mana, apalagi mau jadi apa.

Hulö atoru mbua mboli akhirnya bukan sekadar cerita tentang pohon dan buah, melainkan cermin halus tentang karya dan kehidupan. Bahwa sesuatu yang tidak ditanam dengan dasar yang kuat, tak akan pernah jatuh dengan tujuan yang jelas. Ia hanya akan berserak ramai sebentar, lalu hilang tanpa jejak.

Pada akhirnya, orang tua zaman dahulu dan kita saat ini pun, dengan senyum tipis dan nada santai, cukup berkata satu kalimat saja. Sisanya, biarlah angin dan akal sehat yang bekerja. Ya’ahowu!

Oleh Kat. Ingatan Sihura.

Di Gunungsitoli, 17 Desember 2025.


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

1 comments:

Anonim mengatakan...

Luar biasa Pak... Semoga bermanfaat...

Posting Komentar